Dalam dunia bajak laut One Piece ciptaan Eiichiro Oda, kematian tidak pernah hadir tanpa makna. Setiap kehilangan adalah simbol perubahan, baik bagi karakter yang tersisa maupun tatanan dunia itu sendiri. Nah dari kisah pengorbanan, pembalasan, hingga penderitaan yang melahirkan tirani, mari kita bahas 10 kematian paling penting di One Piece.

10Ratu Otohime

Ratu Otohime adalah simbol harapan bagi penduduk bawah laut. Sebagai pemimpin Kerajaan Ryugu, ia percaya bahwa manusia dan ras ikan bisa hidup berdampingan di dunia atas tanpa rasa takut. Ia berkeliling setiap hari, mengumpulkan tanda tangan rakyatnya agar mendukung cita-cita itu. Dengan ketulusan dan empatinya, ia berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan Celestial Dragon, langkah besar menuju perdamaian yang telah lama diimpikannya. Namun mimpi itu runtuh dalam sekejap ketika ia dibunuh oleh Hody Jones, seorang ekstremis yang memanfaatkan kebencian untuk kekuasaan.

Hody menembak Otohime di depan rakyatnya sendiri dan menuduh manusia sebagai pelaku pembunuhan. Kebohongan itu menyalakan kembali api kebencian yang selama ini berusaha dipadamkan sang ratu. Dalam sekejap, perjuangan bertahun-tahun untuk perdamaian hancur berantakan, dan kebencian antar-ras kembali membara. Ironisnya, Otohime sudah hampir berhasil membuka jalan bagi ras ikan untuk pindah ke daratan. Namun peluru dari kebencian mengakhiri segalanya.

Kematian Otohime meninggalkan luka mendalam bagi keluarganya. Anaknya, Fukaboshi, hanya bisa menangis sambil memeluk tubuh ibunya yang sekarat, sementara Shirahoshi tumbuh dalam trauma dan ketakutan. Jinbe, salah satu pelindung setianya, memutuskan bergabung dengan Pemerintah Dunia demi menjaga mimpi sang ratu tetap hidup, meski kenyataan tak berpihak padanya. Seluruh laut menangis atas hilangnya sosok yang membawa cahaya bagi dunia bawah.

Andai Otohime masih hidup, mungkin hubungan antara manusia dan ras ikan sudah berubah drastis. Dunia mungkin telah melihat perdamaian sejati antara dua ras yang selama ini terpisah oleh kebencian. Namun kematiannya menjadi pengingat pahit bahwa mimpi besar sering kali harus dibayar dengan nyawa. Ia tidak hanya mati sebagai ratu, tetapi sebagai martir yang menyalakan kembali harapan di hati mereka yang masih percaya pada perdamaian.

Kembali
Ridwanto Rizki
Ridwan adalah writer, jurnalis, sekaligus penikmat film-film indie.