Home MOVIE MOVIE FEATURES 10 Film Indonesia yang Dilarang Tayang!

10 Film Indonesia yang Dilarang Tayang!

Karena beberapa alasan beberapa film Indonesia ini dilarang tayang di negara sendiri, yang mana membuat filmnya tidak banyak terdengar. Kreativitas sineas Indonesia masih terus memperlihatkan perkembangannya sejak lama. Meskipun industri film Indonesia sempat lesu, namun perlahan di era tahun 2000an film Indonesia kembali bangkit. Yang menarik adalah karena beberapa alasan beberapa film Indonesia ini dilarang tayang di bioskop. Apa saja? Berikut adalah daftarnya.

9 Pocong

Film Indonesia yang dilarang tayang di bioskop yang pertama adalah Pocong. Sudah bukan rahasia lagi jika Indonesia terkenal sebagai surganya film horor. Sejak era 1980an hingga sekarang, tidak terhitung sudah berapa banyak film horor yang muncul di industri perfilman Indonesia. Meskipun begitu, terdaoat sebuah film horor sempat dilarang tayang di bioskop yaitu Pocong.

Film Pocong sendiri disutradarai oleh Rudy Soedjarwo dan naskah filmnya ditulis oleh Monty Tiwa. Selain membintangi Shally Tria Amanda, filmnya juga dibintangi oleh Ronaldi Kansil dan Eddie Karsito. Filmnya sendiri sebenarnya dijadwalkan tayang pada 2006 silam. Namun, setelah filmnya diperiksa oleh Lembaga Sensor Film akhirnya muncul keputusan jika film ini dilarang tayang di bioskop.

Salah satu alasannya adalah karena dalam film tersebut terdapat adegan yang menyangkut SARA dan budaya. Dalam hal ini, filmnya menghadirkan kerusuhan pada 1998 silam. Meskipun begitu, yang menarik beberapa tahun kemudian sempat muncul Pocong 2 yang mana hal ini baru pertama kali di Indonesia sebuah film sekuel rilis tanpa film pertamanya. Kemudian di tahun 2019 muncul film Pocong the Origin, yang mana film ini sebenarnya merupakan film Pocong dengan adegan kerusuhan 1998 yang sudah dihilangkan.

8 Something In The Way

Reza Rahadian merupakan aktor yang multitalenta di mana hampir banyak film selalu dihiasi oleh wajahnya. Misalnya Habibie & Ainun, Rudy Habibie, dan yang paling baru adalah Pasutri Gaje. Namun, dalam karirnya sebagai aktor terdapat satu film yang Reza Rahadian bintang yang sempat dilarang tayang di bioskop yaitu Something In the Way. Film garapan dari Teddy Soeriaatmadja ini sempat menjadi sorotan.

Sang sutradara sendiri menyabet sebagai sutradara terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) tahun 2006 dan 2009. Something In The Way memang sengaja tidak tayang di bioskop Indonesia. Hal ini karena filmnya mengangkat tema seksualitas, agama, dan kemunafikan yang menggunakan visualisasi yang agak vulgar. Teddy menyadari jika filmnya akan dilarang tayang dan dicekal oleh LSF.

Film ini sendiri berkisah tentang Ahmad yang digambarkan sebagai sosok alim tapi gemar menonton video porno dan melakukan masturbasi. Tetangganya, Kinar, yang bekerja sebagai pekerja seks komersial membuatnya jatuh hati. Ahmad pun melakukan berbagai hal agar Kinar bisa lepas dari cengkeraman mucikari yang membuatnya harus terus menjadi pekerja seks. Film ini sukses meraih penghargaan bergensi di luar negeri.

7 Parts Of The Heart

Film Indonesia yang dilarang tayang di bioskop adalah Parts of the Heart. Film ini bercerita tentang kehidupan seorang pria bernama Peter. Dia merupakan penyuka sesama jenis yang tinggal di Jakarta. Filmnya sendiri menceritakan kisah Peter mulai dari umur 10 hingga 40 tahun. Disutradarai oleh Paul Agusta, alur cerita dari Parts of the Heart terbagi dalam delapan bab atau delapan cerita.

Bab pertama menghadirkan cerita tentang cinta pertamanya (Stolen Kiss). Kemudian, bab kedua menceritakan tentang pengalaman seksual pertama (The Game Kiss). Bab ketiga bercerita tentang kematian pacarnya (Solace), bab keempat tentang putus hubungan (Club Virgin), tekanan sosial (The Last Time), dan bab kelima menghadirkan cerita tentang berbagai konflik dalam hubungan jangka panjang (3 dan The Couch and the Cat).

Di akhir ceritanya sendiri diperlihatkan bagaimana beberapa tahun setelah dia menikah dengan seorang perempuan, Peter kembali tergoda oleh pria lain. Hal itu membuat dia kemudian kembali mempertanyakan komitmennya tersebut. Film ini pun mendapat banyak apresiasi di luar negeri, salah satunya di Festival Film Internasional Rotterdam 2012.

6 Merdeka 17805

Merdeka 17805, atau Murudeka 17805, adalah film drama perang yang dirilis pada tahun 2001. Film ini merupakan hasil kolaborasi antara rumah produksi film Jepang Toho dan Indonesia yaitu Rapi Film. Cerita dalam film ini diadaptasi berdasarkan kisah nyata perjuangan sejumlah personel Tentara Kekaisaran Jepang yang turut berperan dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Film ini berlatar pada masa Perang Dunia II, di mana sekelompok Tentara Kekaisaran Jepang di Jawa memilih untuk ikut berjuang dalam Perang Kemerdekaan Indonesia setelah kekalahan Jepang. Film ini menampilkan sisi lain dari masa pendudukan Jepang di Indonesia yang sering dilupakan oleh generasi muda, yaitu peran sukarelawan Jepang dalam Perang Kemerdekaan Indonesia.

Meskipun begitu, film ini menghadirkan adegan yang dianggap merendahkan martabat Indonesia. Adegan tersebut adalah ketika seorang nenek tua Indonesia mencium kaki tentara Jepang di momen awal filmnya. Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Soemadi Brotodiningrat, sempat melayangkan surat protes kepada produser filmnya, Katsuaki Asano, untuk membuang adegan tersebut namun kenyataanya hal itu tidak pernah terjadi. Akhirnya, film ini pun dilarang tayang di bioskop Indonesia.

5 Max Havelaar

Film tentang sejarah Indonesia yang juga dilarang tayang di Indonesia lainnya yaitu Max Havelaar. Film yang memiliki judul asli Max Havelaar of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij adalah film tahun 1976 yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya Multatuli. Film ini disutradarai oleh Fons Rademakers dan melibatkan beberapa aktris Indonesia seperti Rima Melati.

Film ini tidak terlalu populer di Indonesia, bahkan sempat dilarang beredar oleh pemerintah Orde Baru setelah beberapa waktu diputar di bioskop. Max Havelaar digambarkan sebagai seorang tokoh idealis yang sangat mencintai isteri dan anaknya. Ketika kemudian dia diangkat sebagai asisten residen Lebak, dia harus berhadapan bukan hanya dengan pemerintah Belanda.

Max juga ternyata harus berhadapan dengan penguasa lokal yaitu Bupati Lebak yang menggunakan kekuasaannya untuk memeras rakyat. Di sana, dia juga bertemu dengan dua anak pribumi, Saijah dan Adinda. Akhirnya, dia dipecat dan kembali ke Belanda. Film ini sempat tertahan di Badan Sensor Film (BSF) selama sepuluh tahun sebelum beredar dan akhirnya dilarang tayang. Sejak awal pembuatan filmnya sudah banyak kerusuhan yang terjadi.

4 Lewat Djam Malam

Lewat Djam Malam atau After the Curfew merupakan salah satu film klasik Indonesia yang juga dilarang tayang. Film ini menceritakan kisah ketika Indonesia baru saja memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Pada masa itu, tentara masih berusaha menguasai keadaan dan menyelenggarakan jam malam di Kota Bandung. Pada saat itu, Iskandar memutuskan untuk pensiun sebagai tentara.

Dia memutuskan untuk memulai kehidupan baru sebagai penduduk biasa dengan meminta pertolongan kekasihnya yang bernama Norma beserta keluarganya. Namun, ketika dia berusaha menghubungi kembali mantan rekannya dari dinas ketentaraan untuk mencari pekerjaan, dia baru mengetahui bahwa korupsi telah merajalela dengan mengatasnamakan perjuangan mereka.

Dia pun kemudian tidak sengaja menghabisi nyawa mantan rekannya yang dianggap sudah merusak perjuangan mereka sejak lama. Bingung dan terkejut akibat hal tersebut, Iskandar kemudian memutuskan untuk kabur. Dia berusaha kabur menuju rumah kekasihnya. Tetapi, karena saat itu dia lupa bahwa ada jam malam, akhirnya Iskandar pun tewas tertembak oleh pasukan penjaga. Film ini dianggap banyak menghadirkan budaya atau kebiasaan bangsa Belanda, seperti pesta dansa dan sebagainya yang mana sebagian pihak menganggap bahwa hal itu kurang menunjukan sisi Indonesia.

Takut: Faces Of Fear

Takut merupakan salah satu film Indonesia yang dilarang tayang di bioskop dengan format yang unik. Takut: Faces of Fear adalah sebuah antologi horor yang berisi enam film pendek dari beberapa sutradara seperti Rako Prijanto, Riri Riza, Ray Nayoan, Robby Ertanto, Raditya Sidharta, dan The Mo Brothers. Film ini juga dibintangi oleh sederet nama besar Indonesia seperti Marcella Zalianty, Lukman Sardi, Shanty, Fauzi Baadila, dan masih banyak lagi.

Takut: Faces of Fear pertama kali tayang pada tahun 2008. Namun, film ini tidak tayang di bioskop Indonesia, melainkan di festifal film bernama Indonesia International Fantastic Film Festival atau yang disingkat INAFFF. Seperti halnya sebuah film antologi, ada banyak cerita yang dihadirkan di film ini. Enam film pendek tersebut adalah “Show Unit”, “Peeper”, “Titisan Naya”, “The List”, “The Rescue”, dan “Dara/Darah”.

Film ini memang dilarang tayang di bioskop karena dianggap dapat memicu ketakutan dan trauma di kalangan penonton. Di sisi lain, film ini juga banyak menghadirkan adegan kekerasan yang eksplisit yang dianggap kurang pantas untuk bisa tayang di bioskop Indonesia. Pada 2009, film ini pun ikut dalam festival film Internasional seperti Festival Film International Rotterdam.

3 Lady Terminator

Lady Terminator menjadi salah satu film fenomenal yang rilis di tahun 1989. Film ini disutradarai oleh H. Tjut Djalil, seorang sutradara terkenal dalam perfilman Indonesia. Pemeran utama dalam film ini adalah Barbara Anne Constable, Christopher J. Hart, Claudia Angelique Rademaker, dan Joseph P. McGlynn. Yang menarik adalah meskipun film dan aktor dari filmnya asing di telinga banyak orang, film ini cukup terdengar gaungnya di luar negeri.

Lady Terminator menceritakan tentang legenda Ratu Pantai Selatan, yang bereinkarnasi sebagai seorang wanita misterius dengan kekuatan supernatural. Wanita tersebut, yang kemudian dikenal sebagai Lady Terminator, menggunakan kekuatannya untuk memburu dan menghabisi semua pria yang dia temui. Ketika seorang antropolog Amerika Serikat, Tania, datang ke Indonesia untuk melakukan penelitian dia tanpa sengaja terlibat dalam pertarungan dengan Lady Terminator.

Film ini sempat dilarang tayang di Indonesia pada saat perilisannya di tahun 1988. Namun, sekitar lima tahun kemudian film ini akhirnya boleh tayang di Indonesia dengan banyak adegan yang dipotong. Karena hal ini, akhirnya durasi dari film Lady Terminator – Pembalasan Ratu pantai Selatan pada akhirnya hanya berdurasi 80 menit. Banyaknya adegan dewasa dan terlalu vulgar menjadi alasan film ini dilarang untuk tayang.

2 Kucumbu Tubuh Indahku

Kucumbu Tubuh Indahku adalah film drama yang dirilis pada tahun 2018. Filmnya disutradarai oleh Garin Nugroho, seorang sutradara ternama dalam perfilman Indonesia. Sementara itu para pemeran yang terlibat di film ini antara lain adalah Muhammad Khan, Raditya Evandra, dan Sujiwo Tejo. Kucumbu Tubuh Indahku mengisahkan tentang perjalanan seorang anak laki-laki bernama Juno.

Juno merupakan seorang penari Lengger dan memiliki ketertarikan pada seni tari. Namun, ketertarikannya dalam seni tari tersebut pada kenyataanya mendapatkan kecaman dari keluarganya dan orang-orang di sekitarnya. Di sisi lain, dia juga harus berurusan dengan konflik batin tentang identitas dirinya. Meskipun menuai pujian di berbagai festival luar negeri, film ini justru mendapat kecaman hingga dilarang tayang.

Film tersebut dianggap menampilkan perilaku penyimpangan seksual dengan unsur LGBT. Dengan adanya unsur-unsur tersebut, banyak masyarakat yang khawatir film Kucumbu Tubuh Indahku akan merusak moral generasi muda. Sempat muncul petisi yang menolak keberadaan film ini yang mana total ada 100 ribu orang yang menandatangani petisi tersebut. Garin Nugroho sendiri sempat buka suara dan mengaku jika hal tersebut dianggap sebagai sebuah penghakiman massal.

1 The Act Of Killing

Film yang dilarang tayang di Indonesia yang terakhir tidak lain adalah The Act Of Killing alias Jagal. Film ini disutradarai oleh Joshua Oppenheimer. The Act of Killing menghadirkan konsep dokumenter yang membahas peristiwa pembunuhan massal yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965-1966. Pada saat itu, peristiwa tersebut ternyata melibatkan pemerintah dan anggota milisi.

Filmnya sendiri menghadirkan pendekatan yang unik, di mana para pelaku pembunuhan atau jagal atau algojo tersebut menghadirkan reka ulang adegan-adegan pembunuhan yang mereka lakukan dalam gaya genre film favorit mereka, seperti film gangster atau musikal. Hal ini memberikan perspektif yang unik tentang psikologi dan narasi pelaku kejahatan terutama para pelaku pembunuhan massal.

Melalui proses ini, para pelaku pembunuhan tersebut berbicara secara terbuka tentang tindakan mereka dan efeknya terhadap masyarakat. Mereka hampir sama sekali tidak menunjukan penyesalan atas tindakan mereka. Bahkan, mereka justru bangga atas peran mereka dalam peristiwa tersebut. Karena dianggap sangat sensitif, film ini tidak tayang di bioskop dan hanya bisa ditayangkan di sebuah tempat tertentu dengan pengawasan dari pihak Oppenheimer.

Dalam sejarahnya, film-film Indonesia tentu mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir. Meskipun begitu, film Indonesia juga sempat dicekal karena berbagai alasan. Namun, terlepas dari hal tersebut dari beberapa film di atas bisa diambil kesimpulan jika film Indonesia sebenarnya memiliki kualitas yang apik dengan berhasil memenangkan penghargaan Intenasional.

Irvan adalah content writer yang berpengalaman lebih dari 5 tahun di bidang pop culture termasuk film, otaku stuff dan gaming. Di Greenscene, Irvan berfokus untuk coverage di topik seputar Otaku.
Exit mobile version