Dengan banyaknya shinobi kuat yang muncul dalam cerita, franchise Naruto juga banyak menghadirkan adegan pertarungan yang menarik dan juga banyak diingat para fans. Biasanya, pertarungan-pertarungan tersebut menghadirkan momen di mana para shinobi akan saling menyerang dengan menggunakan teknik ninjutsu tingkat tinggi, atau kemampuan bela diri yang luar biasa. Contohnya adalah Rock Lee atau Might Guy.

Namun, pertarungan terbaik biasanya melibatkan emosi dan urusan pribadi yang juga ikut “bertarung.” Pertarungan antara Naruto dan Sasuke di Valley of the End adalah contoh nyata dari hal tersebut. Yang menarik juga adalah franchisenya memperlihatkan transformasi besar dari sosok Gaara, karakter yang diperkenalkan pertama kali di arc ujian Chunin. Sebagian besar fans mungkin menganggap bahwa pengendalian pasirnya – serta kemampuan Shukaku saat masih di tubuh Gaara – menjadi sumber kekuatannya dalam bertarung. Namun, hatinyalah yang merupakan kekuatannya.

Apa Yang Dipelajari Gaara Dalam Pertarungan

Ujian Chunin menghadirkan berbagai pertarungan ikonik di seri Naruto, termasuk dua pertarungan yang dilakukan Gaara. Pertama, pertarungannya melawan Rocks Lee. Diperklihatkan bagaimana Gaara adalah sosok yang dingin, dan siap “memangsa” Lee. Gaara beranggapan bahwa membunuh orang lain adalah satu-satunya jawaban. Inilah yang menjadi jalan masuk bagi orang-orang melihatnya sebagai monster.

Gaara benar-benar menikmati dirinya saat menghancurkan lengan dan kaki Rock Lee dengan pasirnya. Jika saja dia tidak dihentikan, mungkin nyawa Lee tidak tertolong. Dan puncaknya adalah ketika Gaara menghadapi Sasuke di babak akhir. Gaara terlihat sebagai sosok yang tidak terhentikan, namun sebenarnya di dalam dirinya dia hancur. Sebesar apa pun amarahnya, semengerikan apa pun tindakannya, semua itu tidak bisa menenangkan hatinya.

Gaara bersikap dingin dan marah sepanjang waktu, semata-mata demi menenangkan dirinya dan mencari kebahagiaan yang selama ini dia cari.  Pertarungan melawan Sasuke justru membuatnya semakin marah dan semakin “mendidih.” Barulah ketika bertarung melawan Naruto – yang juga sesama Jinchuriki – dia menemukan sisi positif dalam dirinya.

Naruto bisa saja berubah menjadi seperti Gaara – pemarah dan selalu ingin membunuh orang-orang. Namun, dia memiliki teman dan juga rekan-rekan yang lain serta guru-guru dan sekelilingnya yang selalu mendukungnya – meskipun Naruto sendiri merasakan kesulitan yang dirasakan oleh Gaara sejak masih kecil. Naruto bertarung untuk orang lain dan dirinya, dan itulah yang kemudian membuka potensinya.

Bahkan Haruno Sakura, yang level kekuatannya tidak mungkin menyamai kekuatan Naruto dan Gaara – pada saat itu – jauh lebih berani dari Gaara, demi melindungi temannya. Sakura memang tidak menyelesaikan pertarungannya, namun dia dan Naruto menunjukan seperti apa seorang ninja yang sebenarnya, dan juga menghadirkan pertarungan ninja yang sangat luar biasa.

Naruto membuktikan kepada Gaara, bahwa dia tidak sendirian. Dan kesakitan serta kesepian yang dia alami bisa menjadi dasar bagi Gaara untuk melakukan berbagai aksi kebaikan, menjadi pahlawan, dan bukan justru berubah menjadi sosok mengerikan. Gaara pun kemudian tersentuh oleh ucapan Naruto, dan misi untuk penebusan dosa pun dimulai.

Gaara Sang Kazekage Baru

Motivasi bertarung Gaara pun akhirnya berubah di seri Naruto, jauh lebih baik. Gaara pernah melakukan cara untuk membuktikan dirinya ada dengan cara membunuh orang lain, namun hal itu justru tidak membawanya kemana pun. Bahkan, hal itu memunculkan resiko orang-orang justru membencinya. Karena sebagian besar pertarungan yang dia alami sangat mudah, dia justru menjadi tidak berkembang.

Mendekati akhir arc Sasuke Retrieval, Gaara kembali muncul sebagai sosok pahlawan. Dia sekarang menemukan motivasi baru untuk bertarung. Kali ini, Gaara bukan hanya menggunakan kekuatannya hanya untuk ditinya sendiri tapi juga untuk teman-teman dan sekutunya. Gaara bertarung dengan semua yang dia miliki untuk menghadapi kekuatan dahsyat Kimimaro, salah satu orang yang diberikan segel kutukan oleh Orochimaru.

Gaara pun sepertinya mendengar ucapan Naruto, di mana dia bisa saja mengorbankan dirinya untuk orang lain, jika bukan karena penyakit yang diderita Kimimaro. Sang villain pun tidak bisa berbuat apa-apa, tidak mampu melancarkan serangan terakhirnya karena penyakit yang dia derita. Pertarungan ini menjadi pertarungan penting bagi perkembangan diri Gaara.

Perkembangan emosi dari para karakternya, merupakan salah satu poin penting yang disampaikan di seri Naruto. Gaara dan Naruto merupakan dua sosok yang berbeda. Desa Suna membutuhkan kekuatan dan kepemimpinan Gaara saat Naruto Shippuden, dan pertarungannya melawan Deidara semakin mengokohkan Gaara sebagai sosok petarung yang sangat luar biasa.

Tujuan barunya – untuk melindungi setiap orang di desa Suna – membantunya untuk terus meningkatkan kekuatan pengendalian pasir. Momen yang menyentuh dan luar biasa adalah ketika Gaara harus tewas, dan Naruto serta yang lain datang dan menolongnya. Mereka bahkan berusaha membangkitkan kembali Gaara. Hal ini mungkin tidak akan pernah terjadi, jika Gaara masih menjadi sosoknya yang dulu.

Gaara juga bahkan menjadi pemimpin koalisi para shinobi, saat perang besar shinobi keempat terjadi. Meskipun dia dan para Kage lainnya tidak cukup kuat untuk mengalahkan Kaguya Otsutsuki dan Madara, transformasi Gaara menjadi sosok yang lebih baik sudah sempurna.

Irvan
Irvan adalah content writer yang berpengalaman lebih dari 5 tahun di bidang pop culture termasuk film, otaku stuff dan gaming. Di Greenscene, Irvan berfokus untuk coverage di topik seputar Otaku.