Cloverfield adalah sebuah waralaba film fiksi ilmiah yang dibuat, dan diproduksi oleh J.J. Abrams. Film tersebut sudah memiliki tiga judul, yakni Cloverfield (2008), 10 Cloverfield Lane (2016), dan The Cloverfield Paradox (2018). Ketiganya mempunyai premis yang sama dengan menceritakan bahwa Bumi sedang dalam masa krisis karena diserang oleh monster. Tapi, apakah cerita ketiganya saling berhubungan satu sama lain? Teori umum yang beredar lalu menyatakan bahwa setiap film sebenarnya berlangsung di semesta yang berbeda.

Film pertamanya sendiri berfokus pada enam orang yang berusaha melarikan diri saat serangan monster mulai menghancurkan Kota New York. Di film keduanya, seorang perempuan terperangkap di sebuah bunker bersama dua orang pria, dan mereka percaya bahwa Bumi sedang krisis terkena serangan nuklir. Padahal, Bumi sedang diinvasi oleh sekelompok monster dari luar angkasa.

Film terakhir berlatar di tahun 2028, berkisah tentang sekelompok astronot yang dikirim ke ruang angkasa untuk mengatasi krisis energi Bumi. Mereka lalu menguji mesin particle accelerator bernama Shepard di stasiun luar angkasa yang akan memberi Bumi energi tak terbatas. Uji coba tersebut pada akhirnya mengoyak ruang, waktu, dan dimensi, sehingga membuka portal ke alam semesta pararel, dan membuat Bumi berada dalam ancaman yang lebih menakutkan.

Penjelasan Teori Alam Semesta Paralel Cloverfield

Akhir dari film The Cloverfield Paradox adalah inti dari teori ini. Ending film tersebut menunjukan bahwa para astronot tanpa sadar melepaskan monster di Bumi, yang diasumsikan memicu peristiwa di Kota New York. Namun, bisa saja Monster itu tidak menyerang Kota New York, karena mereka sebenarnya tidak berada di waktu tersebut, sebab para astronot diperlihatkan berputar-putar, keluar-masuk dimensi yang berbeda.

Contoh paling jelas sebelum mereka memicu paradoks, astronot bernama Ava secara tragis kehilangan anak-anaknya dalam kebakaran rumah. Tapi setelah akselerator dinyalakan, dia belajar tentang Bumi paralel, dan melihat anak-anaknya selamat di semesta yang lain.

Meskipun jelas bahwa dimensi alternatif ada dalam batasan The Cloverfield Paradox, pengungkapan di akhir film dimaksudkan untuk mengisyaratkan bahwa monster itu muncul di semesta yang lain, tidak hanya di Kota New York saja. Ketika gagasan tentang paradoks terungkap di awal film, jelas dinyatakan bahwa hal itu akan membuka dimensi alternatif, sehingga para monster bisa muncul ke seluruh penjuru multiverse. Mereka juga diperingatkan bahwa akselerator dapat menyebabkan efek riak sepanjang waktu. Jadi sangat tersirat bahwa monster di akhir film berada di alam semesta lain.

Memecah Teori Cloverfield

Film ketiga berusaha keras untuk menyatakan kemungkinan efek samping berbahaya dari paradoks, membuktikannya terjadi dan menunjukkan contoh konkret dari robekan pada waktu yang secara tidak sengaja dibuat oleh para astronot. Setelah bertahun-tahun gagal menghidupkan akselerator, kru akhirnya menyalakannya kembali sehingga menyebabkan lonjakan listrik di dalam stasiun luar angkasa. Setelahnya itu, seorang wanita tak dikenal bernama Mina muncul ke dalam pesawat. Dia mengklaim berasal dari realitas paralel, dan memberikan bukti akurat yang mendukung alasannya.

Jelaslah bahwa lonjakan listrik menciptakan robekan melintasi ruang dan waktu. Melihat kembali dua film sebelumnya dalam seri Cloverfield, terdapat bukti halus tentang dampak akselerator partikel. Lonjakan tenaga listrik yang disebabkan oleh akselerator partikel berlangsung selama 18 menit di The Cloverfield Paradox. Sementara itu, di film pertamannya gempa bumi besar terjadi selama 18 menit, dan akhirnya monster raksasa muncul di permukaan.

Di 10 Cloverfield Lane, karakter bernama Emmett mengatakan bahwa ia melihat kilatan cahaya merah di tengah kekacauan Bumi. Kejadian itu bukanlah kebetulan, dan peristiwa tersebut menjadi bukti bahwa suatu peristiwa yang terjadi di masa depan berdampak pada film-film sebelumnya. Ini hanya bisa terjadi melalui robekan dalam ruang dan waktu.

Mengapa Teori Cloverfield Berhasil

The Cloverfield Paradox memperkenalkan sifat rumit ruang dan waktu ke dalam semesta Cloverfield itu sendiri. Film tersebut dengan jelas menyatakan bahwa paradoks yang terjadi tidak sengaja melepaskan ancaman mengerikan di berbagai dimensi, baik ke masa lalu, maupun masa kini.

Waralaba ini secara retroaktif menggunakan gempa bumi di film pertama, dan flash merah di film kedua sebagai bukti bahwa paradoks itu terjadi. Dengan itu, teori penggemar yang mengatakan bahwa seri film Cloverfield menciptakan multiverse, dan berlangsung di alam semesta paralel nampaknya menjadi cerita yang resmi (kanon).

Meski, The Cloverfield Paradox menjadi film ketiga yang mendapatkan banyak kritikan negatif, namun film tersebut telah membuat Cloverfied sebagai waralaba film fiksi ilmiah yang populer. Sekarang, penggemar hanya dapat berharap bahwa Cloverfield 4 nantinya bisa menerapkan gagasan multiverse dengan cara yang lebih elegan, dan jelas, daripada film-film sebelumnya. Tapi, jika waralaba ini di masa depan gagal melakukan hal itu, maka seri Cloverfield selanjutnya akan gagal, dan kurang diminati.