Membangun sebuah franchise besar bukanlah sebuah perkara yang mudah. Butuh persiapan yang sangat matang dari sejak awal rencananya dibuat, sampai akhirnya filmnya dirilis dan franchisenya dibentuk. Membentuk sebuah franchise membuka kesempatan bagi pihak studio untuk lebih banyak mengeskplor cerita yang berbeda, dari properti mereka. Contohnya adalah franchise Star Wars, yang menjadi salah satu franchise terbesar dan terpopuler.

Meskipun memberikan banyak keuntungan, tidak jarang juga sebuah franchise justru menimbulkan kerugian. Apalagi, jika film sekuel atau kelanjutannya tidak sesuai dengan harapan para penonton atau dieksekusi secara kurang sempurna. Hasilnya tentu akan membuat franchise itu hancur. Dan berikut adalah berbaga franchise yang memiliki awalan baik, namun berakhir buruk.

Middle-Earth

The Lord of the Rings merupakan salah satu trilogi film yang sangat hebat yang pernah dibuat. Berbagai prestasi ditorehkan dari trilogi film ini. Namun, ketika film The Hobbit dirilis reputasi dari franchise ini seketika hancur. Hal ini membuktikan bahwa franchise terbesar pun tidak luput dari “kutukan” tersebut. Ada perbedaan besar antara trilogi LOTR dengan The Hobbit.

Mungkin sebagian para fans bisa merasakan bagaimana Peter Jackson mengerahkan seluruh yang dia miliki untuk membuat film-film tersebut. Tapi, lain halnya dengan film The Hobbit yang mana dia “harus” menyelesakan film tersebut karena Guillermo del Toro mundur di tengah proses produksi. Meskipun pada masa produksi The Hobbits teknologi sudah sangat maju, nyatanya berbagai efek yang ditampilkan lebih buruk daripada film LOTR.

Men In Black

Film pertama Men In Black menjadi salah satu film blockbuster terbaik di era 90an. Hal ini bukan sesuatu yang mudah, mengingat di dekade tersebut bioskop penuh dengan judul-judul film klasik yang sama-sama populer sampai saat ini. Kesuksesan film pertamanya kemudian menjadi awal bagi Universal untuk membangun sebuah franchise. Semuanya berkat kerja sama apik dari Will Smith dan Tommy Lee Jones.

Namun, sayangnya kesuksesan itu tidak berlanjut di film keduanya. Sempat kembali meraih kesuksesan di film Men In Black 3 – meskipun tidak sesukses film pertamanya – berkat penampilan Josh Brolin, yang berperan sebagai agen J muda, namun franchise MIB harus kembali terpuruk setelah pihak studio memiliki ide untuk melakukan reboot franchisenya, dengan pemain yang berbeda.

The Matrix

Semua pujian yang disampaikan kepada The Matrix sebenarnya bukan bualan semata, karena pada kenyataanya film ini benar-benar menjadi sebuah warna baru bagi genre fiksi ilmiah. Bahkan, bisa dibilang film ini bersifat revolusioner. Tidak sedikit film besutan Hollywood yang kemudian mengadaptasi ide dari The Matrix, untuk kemudian dikembangkan kembali.

Wachowski bersaudara kemudian memutuskan untuk melakukan hal yang berbeda, merilis dua film sekuelnya di tahun yang sama yaitu The Matrix Reloaded dan Revolution pada 2003 silam. Meskipun menjadi dua film yang sangat dinantikan, tapi para penotnon kecewa dengan filmnya. Banyak elemen yang menjadi sorotan para fans mulai dari segi cerita, sampai pada adegan aksi dan visualnya. Apakah Wachowski akan melakukan “kesalahan” yang sama di tahun 2022 mendatang?

Robocop

Sama seperti Peter Jackson, Paul Verhoeven memiliki visi yang baik terhadap film Robocop pada saat itu. Dia mencurahkan semuanya untuk memproduksi filmnya, dan memang hasilnya tidak mengecewakan. Robocop menjadi salah satu film klasik populer di era 80an sampai saat ini. Sayangnya, kesuksesan besar itu tidak berlangsung lama.

Robocop 2 menjadi awal dari kehancuran franchise ini, dimana dari segi cerita dan karakter kurang mampu mengangkat pamor filmnya. Namun, Robocop 2 bukanlah yang terburuk. Robocop 3 menjadi puncak kehancuran franchisenya. Robocop 3 bahkan disebut-sebut menjadi salah satu film sekuel terburuk yang pernah ada. Ada sosok pengganti Peter Weller sebagai Robocop, yang mungkin tidak disadari oleh banyak orang.

Superman

Para penonton dibuat takjub dengan film Superman arahan sutradara Richard Donner pada 1978, yang sekaligus juga merevolusi berbagai film layar lebar di era itu. Namun, mereka kemudian dibuat kecewa dengan apa yang terjadi dengan Superman dalam satu dekade kemudian. Superman menjadi salah satu film terbutuk yang pernah ada.

Dua film pertama Superman sebenarnya berjalan dengan baik, sukses meraih tanggapan positif dari berbagai pihak. Namun, ketika film The Quest for Peace dirilis di bioskop, semua yang sudah dibangun hancur seketika. Christoper Reeve sendiri sampai harus meminta maaf atas apa yang terjadi di filmnya, dan mengaku bahwa sedari awal proyek filmnya memang tidak berjalan dengan baik.

BERSAMBUNG KE HALAMAN 2

1
2
Irvan
Irvan adalah content writer yang berpengalaman lebih dari 5 tahun di bidang pop culture termasuk film, otaku stuff dan gaming. Di Greenscene, Irvan berfokus untuk coverage di topik seputar Otaku.