Mortal Engines adalah film hasil adaptasi dari novel dengan judul yang sama, karya Philip Reeve. Hingga kini Reeve sudah menulis sebanyak empat novel untuk tetralogi “Mortal Engines Universe” miliknya, dengan satu novella (novel pendek) berjudul Traction City. Pada tahun 2009, Peter Jackson membeli hak atas buku ini. Sayangnya, proyek ini mangkir selama beberapa tahun, sebelum akhirnya diumumkan pada tahun 2016. Jackson sendiri tidak menyutradarai film ini, melainkan berperan sebagai produser dan penulis naskah.

Tidak bisa dipungkiri lagi kalau “bintang” dari film Mortal Engines adalah kota yang dapat berjalan atau disebut sebagai Traction City. Di dalam dunia Mortal Engines, kota-kota besar diangkut ke atas sebuah mesin beroda, dan saling “memangsa” satu sama lain untuk memperebutkan sumber daya yang semakin menipis. Sebelum menonton filmnya, ada baiknya kalau Geeks mengenal apa itu Traction City yang menjadi bintang utama dari film ini.


Apa Itu Traction City?


Traction City adalah kota metropolitan yang dibangun di atas sebuah tingkatan yang memiliki roda untuk berjalan. Kota-kota besar ini memburu kota (kecil) lainnya, untuk membongkar kota tersebut demi mendapatkan bahan bakar dan sumber daya. Kota-kota kecil ini sendiri memburu kota kecil lainnya, desa, dan pemukiman yang tidak bergerak. Praktek ini disebut sebagai “Municipal Darwinism,” sebuah konsep filosofi yang dibangun oleh Kepala Insinyur Kota London, Dr. Crumb, berdasarkan teori evolusi ilmuwan terkenal, Charles Darwin. Sehingga, bisa dibilang para Traction City di dunia steampunk Mortal Engines ini memiliki prinsip “siapa yang paling dapat beradaptasi dengan lingkungan, merekalah yang dapat bertahan hidup.”

BACA JUGA : Mengenal Anggota Starforce di Film Captain Marvel

Kota-kota besar pada umumnya terbangun layaknya kue yang memiliki beberapa tingkatan, dengan masyarakat kelas bawah yang tinggal di dekat roda dan mesin, sementara masyarakat kelas atas tinggal di mansion atau villa di puncak kota. Transportasi utama di dalam dunia ini adalah kapal udara, mengingat transportasi ini menawarkan cara paling praktis untuk bepergian dari kota ke kota. Di dunia Mortal Engines tidak ada pesawat terbang, dikarenakan teknologi tersebut punah setelah Sixty Minute War.

Kebanyakan dari Traction City memiliki alat tambahan yang dikenal sebagai “Jaws” untuk menangkap mangsa, yakni kota-kota yang lebih kecil. Kota-kota kecil ini kemudian dilucuti, dilelehkan untuk menjadi bahan bakar, bahan bangunan, atau dibongkar untuk kepentingan kota lainnya. Para penduduk kota kecil ini tentu saja pada awalnya diselamatkan dari dalam kota untuk diintegrasikan ke dalam kehidupan kota yang lebih besar. Namun, ada beberapa kota besar yang menjadikan para penduduk kota kecil ini sebagai budak, yang bekerja demi kepentingan kota.

Tidak semua Traction City adalah pemangsa; beberapa (terutama Anchorage dan Airhaven) adalah kota yang damai dan mencari nafkah dengan cara berdagang. Kota kecil dan dusun (seperti Speedwell dan Stayns) juga adalah kota yang damai dan mencari nafkah dengan cara berdagang atau menambang. Kadang-kadang kumpulan kota kecil ini akan bertemu untuk mendagangkan produk-produk mereka di sebuah pertemuan yang disebut sebagai “trading clusters.


Awal Mula Dibangunnya Traction City


Paska Perang Satu Jam (Sixty Minute War), umat manusia masih merasakan dampak negatifnya, terutama di belahan Eropa dan utara. Umat manusia di benua ini menjadi umat pengembara atau nomad. Kelompok manusia ini berkeliling di Eropa untuk menghindari kerusuhan geologis yang terjadi setelah perang berakhir. Bertahun-tahun kemudian kebanyakan masyarakat pengembara Eropa telah menetapi suatu daerah. Mereka menetap kota-kota besar lama seperti London, Paris, dan Hamsterdam (diubah dari Amsterdam).

London sebelumnya telah diserang oleh sekelompok pengembara yang menetap di kota bernama Scriven. Kelompok pengembara ini memiliki teknologi yang maju karena tujuan mereka menyerang tiap kota adalah untuk merebut teknologi lama dari zaman sebelum Sixty Minute War. Pemimpin terakhir London, Auric Goshawk, lantas memiliki ide gila untuk membuat sebuah kota yang bergerak. Tujuannya adalah untuk memindahkan London ke tengah laut, untuk dapat hidup damai. Untuk mewujudkan mimpinya ini Goshawk membangun sebuah mesin dengan ukuran raksasa. Sayangnya ia meninggal sebelum mimpinya ini terwujud.

Mimpi Auric Goshawk kemudian dilanjutkan oleh Admiral Nickola Quercus (sebelum menjadi Nickolas Quirke) dari kelompok pengembara Movement. Ia dan kelompoknya mendengar cerita mengenai Goshawk dan kota bergeraknya. Setelah merebut London dari Pertempuran Welcome Break (Battle of Welcome Break), ia menemukan mesin buatan Goshawk. Quercus kemudian membangun kembali London untuk menjadikannya Traction City pertama. Dengan teknologi baru ini, London dapat mengalahkan kota dan kerajaan nomad lainnya yang ada di Eropa. Ancaman London di Eropa ini menginspirasi kota lainnya untuk menggunakan alat yang sama, dan menjadikan kota mereka sebagai Traction City.

Para kota besar ini kemudian saling berusaha menelan kota lain, sehingga terjadilah Wheeled War (Perang Roda) atau Forty Years War (Perang Empat Puluh Tahun), yang menjadikan banyak kota hancur. Peperangan ini kemudian meluas hingga ke Afrika, di mana para kota di Eropa bersatu untuk menghancurkan Kota Zagwa di Afrika. Kekalahan Zagwa sendiri melahirkan Third Traction Boom yang menjadikan kota-kota kecil lain membangun roda di atas kota mereka. Dari sinilah masa kejayaan kota berjalan, atau Tractionism, dimulai dan filosofi Municipal Darwinism dikokohkan. Tidak semua belahan dunia menganut Tractionism. Negara-negara di benua Asia dan Afrika malah bersatu untuk membentuk Anti-Traction League, yang menolak ide kota berjalan di negara mereka.


Beberapa Jenis Traction City


Ada beberapa jenis Traction City, mereka adalah Land (Darat), Raft (Kota Apung), dan beberapa jenis kota lainnya seperti Airhaven dan Experimental. Kebanyakan Traction City di darat adalah kota Predator. Kota-kota besar ini memburu kota-kota lainnya yang lebih kecil dengan menggunakan alat tambahan yang disebut sebagai “Jaws.” Selain kota yang memburu kota lain, ada beberapa kota yang menghasilkan sumber daya alam, seperti kota Mining. Kota ini bertugas untuk menambang sumber daya untuk dijadikan bahan bakar, atau produk jualan dengan kota lain. Scavenger adalah kota kecil, atau bagian pinggir kota, yang menjadi satu dengan kota pemangsa mereka. Pinggiran kota ini juga dapat berkumpul untuk menjatuhkan kota besar lain, bekerja untuk kota besar lain. Mereka diberi nama Pack Predators.

Trading adalah kota pedagang yang menjual barang-barang produksi mereka di pertemuan yang dikenal sebagai Trading Clusters. Ada sebuah kota yang bernama Harvesters yang bertugas untuk memotong pohon sebagai bahan bakar. Sayangnya kota ini hampir punah mengingat pohon-pohon telah ditebang selama  Third Traction Age. Fat Miners adalah kota yang mirip dengan Mining, namun mereka bertugas untuk mengumpulkan minyak yang kadang-kadang berada di tepi pantai di Hunting Ground. Minyak ini ditambang sebagai bahan bakar, sumber cahaya, minyak pelumas, dan kadangkala sebagai sumber nutrisi.

Untuk Kota Apung (Raft Cities) yang berada di air, memiliki beberapa jenis yang sama seperti Traction City di darat, seperti Predator, pack Predators, dan Trading. Dua perbedaannya terletak pada Fishing dan Pleasure. Dari namanya keduanya dapat ditebak. Fishing adalah kota yang berfokus pada perikanan, karena tugas mereka sebagai nelayan yang menangkap ikan. Sementara Pleasure berperan sebagai pusat hiburan dan wisata turis lainnya, sehingga dapat menyerap banyak dana dan budaya dari luar.

Dua jenis Traction City lainnya adalah Airhaven dan Experimental. Airhaven adalah jenis Traction City yang menggunakan balon gas agar tetap mengudara. Sementara untuk jenis Experimental adalah jenis Traction City yang menjadi bahan percobaan. Umumnya Traction City ini memiliki bentuk lokomotif atau fitur unik lainnya selain desain kota yang lazim.


Mengenal Beberapa Traction City Terbesar di Mortal Engines


London adalah salah satu Traction City terbesar di dunia Mortal Engines. Kota ini juga adalah kota yang paling sering tampil di dalam keempat novel. London adalah Traction City pertama setelah berhasil menciptakan mesin raksasa yang membuat kota dapat berjalan. Kota ini memiliki empat serikat kerja (guild): Engineers, yang bertugas untuk merawat mesin; Historians, yang bertugas untuk mengumpulkan dan menyimpan artefak berbahaya; Navigators, yang bertugas untuk menjalankan lajur kota, dan Merchants, yang bertanggung jawab dalam menjalankan perekonomian kota. Sistem sosial di kota ini terbagi menjadi dua: kelas bawah dan atas. Kelas bawah tinggal di dekat mesin dan roda, sementara kelas atas tinggal di villa dan mansion di puncak kota.

BACA JUGA : 10 Hal Tentang Lion King yang Belum Kamu Tahu!

Arkangel adalah salah satu Traction City terbesar dari Ice Wastes. Kota ini pertama kali tampil di dalam novel kedua tetralogi Mortal Engines, yakni Predator’s Gold. Susunan kota ini berbeda dengan kebanyakan kota besar lainnya, dengan meletakkan kelas atas di tengah kota, karena lebih dekat dengan mesin. Sementara kelas bawah tinggal di area yang lebih dingin. Arkangel memiliki pelabuhan udara yang besar sebagai tempat bagi para pedagang berjualan. Arkangel adalah kota yang melanggar filosofi Municipal Darwinism, karena memperbudak penduduk dari kota kecil yang mereka tangkap.

Kota besar lainnya di dunia Mortal Engines adalah Manchester. Kota ini bersekutu dengan Traktionstadtsgesellschaft, sebuah organisasi yang berisikan Traction City yang berbicara bahasa Jerman (New German). Ketika Walikota Adlai Browne, seorang penentang perdamaian dan seorang penganut setia Municipal Darwin, memegang tampuk pemimpin dari Traktionstadtsgesellschaft, ia memerintahkan untuk menyerang wilayah kelompok ekstremis penentang Traction City, Green Storm.

Paris adalah Traction City yang disebut-sebut sebagai saingan dari London, kota utama yang menjadi latar belakang cerita dari tetralogi Mortal Engines. Mesin yang digunakan adalah duplikasi dari mesin yang diciptakan oleh Auric Goshawk, dari London. Sebelum kejadian Mortal Engines pertama, Shrike berperan sebagai algojo hukuman mati di kota ini. Ia sangat ditakuti oleh para kriminal di Paris, sehingga memberikannya reputasi gelap diantara para kriminal. Di dalam novel kedua, Predator’s Gold, Paris telah menjadi kota yang eksotis dan menjadi tujuan utama dari para turis.