Sebenarnya, jauh sebelum trailer-nya dirilis perdana di perhelatan San Diego Comic-Con 2018 lalu, banyak dari kita yang sudah memiliki firasat bahwasanya film Shazam DCEU (sekarang Worlds of DC), akan menjadi harapan terakhir bagi keeksistensian dunia sinematik superhero tersebut di layar lebar.

Firasat tersebut semakin menguat saja ketika trailer perdananya dirilis di event tersebut. Lalu, mengapa kami memiliki firasat demikian?

Tanpa perlu memberikan 1001 alasan panjang lebar, jawbannya adalah film arahan David F. Sandberg (Lights Out) ini, memiliki tampilan sekaligus feel yang jauh lebih “ceria” (light) ketimbang rilisan film-film DCEU sebelumnya yang cenderung lebih “suram” (dark).

Melihat alasan tersebut, mungkin kamu-kamu jadi bertanya, “Memangnya sebuah film superhero harus tampil ceria dan lucu dulu kalau mau sukses ya? Perasaan dulu trilogi The Dark Knight (2005-2012) milik Christopher Nolan yang suram dan depresif sukses tuh.”

Ya jangan dibandingkan dengan karya “dewa” dari Nolan tersebut. Pasalnya Nolan ketika membuat trilogi pembaharuan Batman tersebut, ia membuatnya dengan gaya khas-nya yang ribet namun jenius itu.

Kala itu, belum ada sutradara manapun yang memiliki visi / konsep sejenius itu untuk menampilkan kisah si manusia kelelawar seperti demikian. Jadi, wajarlah apabila audiens dan fans merasa sangat suka yang saking sukanya, otomatis menjadi tak peduli sama sekali dengan tone suram yang diusung.

Hal yang sama sebenarnya juga bisa dikatakan terhadap 2 film Batman milik sutradara introvert nan jenius, Tim Burton: Batman (1989) dan Batman Returns (1992). Kedua film Batman ini di zamannya dinilai sangat dark.

Namun seperti alasan Nolan di atas, dikarenakan audiens di era tersebut belum pernah menyaksikan film Batman seperti demikian, alhasil seluruh audiens (baik fans maupun awam), menyukai banget keduan filmnya.

Lalu berdasarkan kedua penjelasan tersebut, mengapa di awal di katakan bahwa kesuksesan Shazam nantinya karena tone ceria yang diusung? Jadi begini. Kita tahu bahwa semenjak DCEU debut di 2013 melalui Man of Steel, dunia sinematik superhero ini kurang atau bahkan tidak pernah berhasil dalam menarik audiens yang alhasil membuat prestasinya sangat mengecewakan.

Dan sejauh ini, sebagian besar audiens yang kecewa mengeluhkan tampilan tone filmnya yang tidak bisa membuat mereka tersenyum atau merasa “enteng” ketika menyaksikan filmnya. Atau dengan kata lain, serius banget. Dan sejak Man of Steel, feel super serius tersebut, sangat langsung terasa.

Oleh karenanya, ketika fim Wonder Woman (2017) yang memiliki tone yang jauh lebih light dirilis, film arahan Patty Jenkins ini langsung sukses menjadi film DCEU terbaik sejauh ini. Berdasrakan argumen ini yang lalu apabila dikaitkan dengan tone ceria yang akan diangkat Shazam, maka sekali lagi tak heran apabila di awal kami berargumen demikian.

Lalu kalau dipkir lagi, mengapa audiens lebih menyukai film superhero yan terlihat lebih light? Ya simpel saja. Nonton di bioskop adalah kegiatan untuk menghibur diri dari beban / stres yang sedang melanda. Audiens ingin menyaksikan suguhan yang langsung dipahami dan membuat mereka ceria.

Dengan kata lainnya lagi, mereka tidak mau serius dan pusing-pusing lagi untuk memahami kisah film yang membuat mereka makin tegang dan stres sendiri ketika menyaksikannya. Apalagi ketika menyaksikan kisah pahlawan super khayal.

Ya sudah sepatutnya, film ini memiliki feel yang membuat kita sangat enjoyable ketika menyaksikannya. Nah, konsep inilah yang dikedepankan oleh rival mereka, MCU. Dan terbukti berhasil bukan?

Nah, Shazam seperti diperlihatkan di cuplikan trailer pertamanya, sukses meng-implementasikan konsep tersebut. filmnya terlihat lebih sangat enteng dan fun. Terbukti, ketika dirilis, jumlah trailer view-nya kala itu langsung meningkat drastis.

“Tapi, bukannya sosok superhero ini masih belum begitu familiar di mata awam?” Tak masalah bukan? Justru walau belum mengenal, namun apabila di perkenalan pertamanya audiens langsung merasa klik nan enjoy, malah non-fans sepulang menyaksikan akan langsung ingin mencari tahu atau menggali sosok Shazam dan bahkan, tak menutup kemungkinan menjadi “fanboy dadakan”.

Pertanyaannya, memang sudah yakin banget kalau Shazam akan mampu melakukan hal tersebut? Lumayan yakin. Pasalnya selain memiliki tonal yang lebih fun, seperti yang diperlihatkan di trailer, penampilan Zachary Levi sebagai Shazam dan interaksinya dengan  pemeran alter-ego nya, Billy Batson, Asher Angel, terlihat super fun banget.

Tapi apakah keduanya mampu membuat Shazam sukses besar ketika nantinya dirilis 5 April 2019 mendatang. Welli, kita lihat saja lagi nanti Geeks. Yang jelas, kalau sampai Shazam gagal, sepertinya DC ke depannya harus lebih konsentrasi saja dengan kekuatan super mereka yang sesungguhnya: Komik, Televisi dan Home Video.