Dengan masih ngetopnya The Walking Dead, iZombie dan Resident Evil, tak heran apabila banyak dari kita yang merasa lumayan skeptis ketika mengetahui dirilisnya film The Cured ini. Spesifiknya, kita langsung bergumam “Ah, paling bakalan seperti film-film Zombie kebanyakan ceritanya”. Namun ketika akhirnya menyaksikan film arahan David Freyne (The Man in 301) ini, rasa keskeptisan tersebut berubah menjadi rekahan senyum yang sangat lebar.

The Cured mengisahkan tersebarnya virus bernama Maze Virus. Nah, virus ini menyebabkan penderitanya menjadi zombie. Hampir seluruh penduduk di Eropa terjangkit virus ini. Untungnya ditemukan penyembuhnya. Alhasil setelah diobati dari rasio 100%, 75% penduduk sembuh dan kembali lagi ke wujud manusianya dulu.

Sedangkan 25% imun (tidak mempan) dengan obat yang diberikan. Dan mereka pun dikarantina. Nah, 75% yang sudah sembuh tersebut sekarang harus menghadapi tantangan berat selanjutnya: Meyakinkan masyarakat sekitar bahwa mereka sudah sembuh total alias, tidak akan menjadi zombie lagi. Dan salah satu diantara yang berjuang tersebut adalah pemuda bernama Senan Browne (Sam Keeley).

Namun di tengah dirinya yang harus beradaptasi lagi dengan masyarakat sekitar dan kakak ipar perempuannya, Abbie (Ellen Page) beserta putranya Cillian, Senan juga harus menghadapi sahabatnya yang juga sudah sembuh tapi brutal, Conor (Tom Vaughan-Lawlor) yang memiliki rencana besar berbahaya yang dapat mengacaukan seluruh dunia kembali.

Rencana apakah itu? Dan apakah Senan berhasil untuk berbaur kembali dengan kehidupan sosial seperti dulu?


Plot Super Segar Dan Sarat Sindiran Sosial


Bagaimana setelah membaca plot-nya Geeks? Terasa beda dan segar banget bukan? Dan konsep cerita itulah yang memang membuat The Cured menjadi sebuah film yang asyik banget untuk disaksikan dari awal hingga akhir. Selain itu yang paling utama, plot ini film terasa seperti menyindir isu-isu sosial (SARA) yang hingga detik ini masih sering terjadi di berbagai belahan bumi.

Kalau ditelaah secara seksama, representasi zombie-zombie yang sudah sembuh tapi masih diragukan / dikucilkan masyarakat sekitar yang ditampilkan, persis seperti mereka-mereka dulunya pernah mengidap penyakit berat dan sudah sembuh, tapi masih dikucilkan / dihina.

Atau lebih jauhnya hal ini juga terasa seperti perjuangan imigran-imigran latin di AS yang seperti kita tahu kini masih berjuang (bahkan memberontak) untuk dapat diperlakukan sama seperti warga AS lainnya. Injeksi real-life inilah yang sekali lagi membuat The Cured sangat berbeda dengan film atau seri zombie kebanyakan.


Keeley, Bintang Irlandia Besar Hollywood Selanjutnya


Tentunya kesegaran dan keunikan kisah ini didukung habis-habisan oleh performa super total dari seluruh cast-nya terutama Keeley dan Lawlor. Keduanya sukses menghidupkan konflik prinsip bertentangan dengan sangat  hebat. Alhasil kita yang menyaksikan juga akan mendukung keduanya walau kita tahu yang satu baik dan yang satu jahat.

Namun kalau dibandingkan lagi keduanya, maka Keeley lah yang bersinar. Ia sukses menghidupkan rasa keterkucilan yang dialami Senan. Kita yang mungkin pernah di-bully akan langsung bisa merasakan / mengena terhadap apa yang dialaminya. Kehebatan aktingnya tak pelak membuatnya berpotensi menjadi aktor Irlandia besar barus berikutnya.

Sedangkan Page? Well, keluhan apa yang dikeluhkan disini? Semenjak melakukan debut aktingnya di FTV Pit Pony (1997), bisa dikatakan “Page can’t do no wrong”. Dan hal yang sama lagi-lagi bisa dikatakan terhadap performanya yang brilian sebagai Abbie di film ini.


Hilang Arahan di Paruh Kedua


Agak disayangkan seluruh aspek keren yang sudah disebutkan, sedikit ternodai dengan beberapa keputusan salah yang seharusnya bisa dihindari. Pertama adalah menyangkut nasib akhir yang diterima oleh Conor.

Tanpa maksud spoiler, ketika menyaksikannya, kami langsung bergumam “Loh, terus gimana dia jadinya?” Kalau memang hal ini dilakukan agar nantinya diungkapkan di sekuelnya, oke. Maka keputusan ini tepat diambil. Namun kalau tidak ada rencana sekuel, keputusan ini sangatlah aneh dan salah.

Selain itu, permasalahan utama lainnya disini adalah menjelang babak kedua, film ini hilang arah (lost focus / direction). Di awal dijelaskan bahwa fokus film ini mengenai perjuangan Senan dan mereka-mereka yang sudah sembuh aka “The Cured” untuk bisa diterima lagi di masyarakat.

Tapi memasuki babak 2 dan seterusnya film ini beralih fokus menjadi seperti film survival zombie kebanyakan. Walau memang tetap mempertahankan premis utama, dibelokkannya fokus plot ini justru membuat film ini menjadi sedikit rusak.


Sajian Segar Dan Lezat Bagi Fans Zombie


Terlepas beberapa masalah tersebut, The Cured tak dipungkiri merupakan sajian yang segar, baru dan “lezat” bagi kita-kita yang nge-fans dengan kisah-kisah zombie. Premisnya unik, aktingnya gokil dan sinematografi yang ditampilkan keren nan chilling banget.

Tapi di saat yang sama, bagi kalian yang lebih menyukai film-film “gore-zombie“, mungkin kalian akan kecewa. Karena The Cured bisa dikatakan sangat minim menampilkan darah dan daging berceceran.

Tapi sekali lagi kalau kamu adalah tipe yang sudah bosan sampai otak kalian mau keluar dengan kisah-kisah zombie kebanyakan saat ini, maka The Cured adalah tontonan wajib bagi kalian semua. Semoga saja pasca The Cured, ke depannya akan ada banyak lagi sineas seperti Freyne yang mau memproduksi kisah zombie yang tidak biasa (out of the box) Amin.

TINJAUAN IKHTISAR
Storyline
Acting
Cinematography
Music Scoring
review-the-curedTapi sekali lagi kalau kamu adalah tipe yang sudah bosan sampai otak kalian mau keluar dengan kisah-kisah zombie kebanyakan saat ini, maka The Cured adalah tontonan wajib bagi kalian semua. Semoga saja pasca The Cured, ke depannya akan ada banyak lagi sineas seperti Freyne yang mau memproduksi kisah zombie yang tidak biasa (out of the box) Amin