Bisa dikatakan istilah “Long Gap” tidaklah berlaku dalam kamus Pixar. Seperti yang telah dibuktikan oleh Toy Story 3 (2010), Monsters University (2013) dan tentunya, Finding Dory (2016), sekuel-sekuel yang dirilis lewat 5 tahun dari film orisinilnya ini, terbukti masih mampu menjaga kualitasnya dengan sangat baik yang alhasil, membuat audiens tidak merasa kapok dengan jeda panjang tersebut. Dan sekuel The Incredibles (2004), The Incredibles 2, lagi-lagi sukses membuktikan pernyataan tersebut.

Yap benar banget Geeks. Sekuel yang kembali disutradarai oleh Brad Bird dan mengambil latar persis setelah ending film pertamanya usai (yap film dibuka dengan pertarungan antara keluarga Parr VS The Underminer) ini, benar-benar membuat penantian kita selama 14 tahun, terbayarkan dengan sangat manis.

 


Masih Keren, Seru, Lucu dan Tidak Kekanak-kanakan


Dan salah satu faktor utama yang membuat sekuel ini masih gokil saja, adalah seluruh adegan aksi, drama, well, pokoknya semuanya, masih terlihat sama seru, keren dan colorful seperti ketika menyaksikan film pertamanya dulu. Yap sekali lagi, even adegan dramatisnya, tidak membuat kita menjadi bosan dan ingin cepat-cepat kembali menyaksikan adegan aksinya. Malah kalau mau dibandingkan, justru adegan dramatis-nya lah yang menjadi “screen stealer“.

Baik konflik ideologi antara Mr. Incredibles (Craig T. Nelson) dengan istrinya, Elastigirl (Holly Hunter) terkait program Super Relocation” yang membuat mereka lagi-lagi harus “pensiun” sementara menjadi superhero, sedikit kesenjangan antara Incredibles dan Elastigirl terkait sang istri yang lebih dipilih untuk menggalakkan penghapusan program tersebut, hingga seluruh keluarga yang akhirnya melihat kekuatan super Jack-Jack (Eli Fucile) untuk pertama kalinya, seluruhnya ditampilkan dengan sangat jelas, to the point, menghibur, dan tidak kekanak-kanakan.

Yap. Tidak kekanak-kanakan. Bisa dibilang faktor inilah yang selalu menjadi nilai plus seri The Incredibles dan seluruh film-film Pixar. Memang film ini ditargetkan sebagian besar untuk anak-anak dan pre-remaja yang otomatis, bahasa naskahnya pun harus benar-benar mudah dipahami. Tapi, bukan berarti audiens dewasa yang mendampingi juga terasa kekanak-kanakan.

Malah justru nih, ketika kami menyaksikan filmnya, malah audiens cilik yang langsung “check out” ketika menyaksikan adegan-adegan dramatisnya tersebut. Karena memang masalah yang ditampilkan di film ini, mengandung berbagai macam metafora sekaligus pesan moral sosial kekinian yang benar-benar hanya dipahami oleh mereka-mereka yang sudah dewasa.

 


Seluruh Karakter Yang Masih Kocak & Gokil


Faktor lainnya disini, juga adalah karakter-karakternya yang masih kocak, gokil dan mencuri perhatian saja. Pokoknya bagi kita-kita yang sudah menyaksikan film pertamanya, kita terasa seperti bertemu kembali dengan sahabat / keluarga dekat yang sudah lama tidak bertemu.

Dan salah satu aspek lagi terkait karakter yang masih dipertahankan sekuel ini, adalah tidak ada karakter yang terlihat benar-benar mendominasi. Memang Elastigirl di sekuel ini menjadi sorotan utama. Tapi Mr. Incredibles, Violet (Sarah Vowell), Dash (Huck Milner) dan bahkan sekali lagi, Jack-Jack, juga mendapatkan jatah yang sama adilnya.

Oh ya, ngomong-ngomong soal Jack-Jack, bisa dibilang si bayi super ini adalah karakter kedua yang sangat bersinar setelah Elastigirl di film ini. Dirinya benar-benar terlihat lucu, lugu, menggemaskan namun tetap badass di saat yang sama. Pokoknya setelah melihat sosoknya, pastinya kita-kita yang sudah memiliki bayi, langsung kepingin mencubit-cubit gemas anak kita.

 


Motif Screen Slaver Lemah dan Generik Banget



Sayangnya seperti film pertamanya, The Incredibles 2, bukanlah film yang benar-benar sempurna. Dan lagi-lagi juga, letak kekuarangan terdapat di departemen villain-nya. Kalau letak kekuarangan Syndrome (Jason Lee) dulu adalah di cara kalahnya, maka letak kekurangan Screen Slaver (Bill Wise), adalah di motif serta pengungkapan identitasnya.

Untuk motif, bisa dibilang sangat generik dan tidak membuat kita turut merasa empati dan pengertian terhadap dirinya. Hal ini tentunya, berbeda banget dengan Syndrome dulu yang mana motifnya sangat bisa di-relate dengan kita-kita.

Sedangkan untuk pengungkapan siapa si balik topeng Screen Slaver ini, pokoknya yang bisa kami katakan, ketika kamu bertemu dua dari sekian banyak karakter baru di film ini menjelang babak 2, kamu sudah bisa menerka bahwa mereka adalah salah satunya dan pengungkapannya, hanya bermodalkan “pembalikan logika” saja.

 


Hati-Hati Potensi Epilepsi Ketika Menyaksikan Filmnya!


Yap benar banget Geeks. Seperti namanya, Screen Slaver, maka sudah barang pasti, sosok villain ini banyak memanfaatkan tampilan layar monitor yang benar-benar menyilaukan. Bahkan di adegan ketika Elastigirl bertarung dengan dirinya, tampilan layar benar-benar sangat menyilaukan. Kami saja setelah menyaksikan, langsung pusing sedikit kepalanya (ya mungkin juga difaktori kami duduk di baris bangku D).

Oleh karenanya, kami sarankan bagi kamu yang mungkin ada sedikit epilepsi atau gampang “muntahan” dengan yang silau-silau, sedikit menundukkan kepala atau lebih baiknya di-skip saja melihat adegannnya. Bahkan beberapa jaringan bioskop di A.S saja, sudah mengeluarkan edaran peringatan terkait hal ini. So yeah, watch yourself Geeks!

Tapi terlepas hal tersebut dan sedikit kekurangan lainnya, overall, The Incredibles 2, adalah tontonan wajib bagi kamu yang fans animasi dan tentunya fans film pertamanya. Kalaupun belum pernah menyaksikan film pertamanya, kami rasa kamu tetap bakal suka walau ya, kamu harus menyaksikan film pertamanya dulu sebelum menyaksikan sekuelnya ini.

Melihat kesuksesan sekuel ini, maka yap, rasanya kita bakalan sangat siap dan lebih dari hype untuk menyaksikan Toy Story 4 yang akan dirilis 21 Juni 2019 mendatang. Walau belum tentu, tapi bisa dijamin banget, bahwa petualangan keempat Woody (Tom Hanks) dan Buzz Lightyear (Tim Allen) ini nantinya bakalan sukses banget. Karena ya seperti yang telah dikatakan di awal, time gap lama bukanlah masalah sama sekali bagi studio animasi terbesar Hollywood ini.

TINJAUAN IKHTISAR
Storyline
Acting
Cinematography
Music Scoring
review-the-incredibles-2-parr-family-tetap-super-fantastisBisa dikatakan istilah "Long Gap" tidaklah berlaku dalam kamus Pixar. Seperti yang telah dibuktikan oleh Toy Story 3 (2010), Monsters University (2013) dan tentunya, Finding Dory (2016), sekuel-sekuel yang dirilis lewat 5 tahun dari film orisinilnya ini, terbukti masih mampu menjaga kualitasnya dengan sangat...