Masih segar di ingatan ketika beberapa hari lalu, pihak Academy Awards via akun Twitter, resmi mengumumkan bahwa mulai tahun 2019 aka 91st Academy Awards, bakalan ada kategori baru yang akan disertakan. Dan kategori baru tersebut bertajuk Best Achievement in Popular Film atau penghargaan Oscar terhadap film-fiilm  paling populer / mainstream.

Tak pelak ketika kategori ini diumumkan, kontroversi langsung bergumuruh di berbagai media sosial. Sebagian setuju. Namun sebagian lagi tidak setuju dengan keputusan yang telah diambil tersebut. Melihat hal ini, tak pelak kita menjadi bertanya lagi. “Apakah pihak akademi memang telah salah ambil keputusan?”

 

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita jawab dulu pertanyaan berikut: Sebenarnya apa alasan pihak akademi sampai berinisiatif menciptakan kategori baru tersebut?

Tanpa harus repot-repot menunggu konfirmasi resmi dari mereka, dapat kita terka bahwa keputusan ini dibuat karena mereka sudah “capek”. Yap. Pihak akademi telah lelah dengan miliyaran komplain yang dikeluhkan oleh seluruh audiens yang kecewa karena film-film populer dan terlihat Oscar worthy seperti: Deadpool, Logan dan Star Wars, sangat jarang bahkan, tidak pernah disertakan sebagai nomine film terbaik (Best Picture).

Sedangkan film-film drama “berat” dan “bikin ngantuk” kerap disertakan sebagai nominenya. Sehingga seperti yang telah dikatakan, tak heran apabila pihak akademi pun merasa lelah dan kesal yang alhasil, beberapa hari lalu memutuskan untuk membuat kategori nominasi terbaru tersebut.

“Loh ya kalau begitu bagus dong. Dengan kategori baru ini jadi semuanya adil (dapat semua)”. Kalau menggunakan logika demikian. Maka memang tepat sekali keputusan yang dibuat pihak akademi ini. Tapi tentunya kita tidaklah bisa terus-terusan menggunakan logika / pola pikir demikian.

Kita harus juga menggunakan logika bahwa Academy Awards atau Oscar (whatever you wanna call it), adalah ajang penghargaan film TERTINGGI. Sehingga pihak akademi harus memilih terbaik dari terbaik. Dan faktanya, seringkali film-film terbaik memanglah film-film berat yang banyak menerapkan komunikasi non verbal alias minim dialog.

Mengapa demikian? Karena memang itulah yang namanya sebuah film yang baik. Film yang baik tidaklah harus selalu karena mendapat review keren, populer atau memiliki genre yang sedang difavoritkan banyak orang. Melainkan, film tersebut harus bisa menyampaikan seluruh pesan sekaligus storyline yang ada dengan se-efektif mungkin. Alias, tanpa harus dibantu dengan CGI atau atribut-atribut populer lainnya.

Kalaupun memang populer, maka film tersebut harus bisa memiliki kisah yang masih terlihat realistis / relatable dengan keadaan di dunia nyata.  Oleh karenanya, tak heran apabila Captain America: The Winter Soldier (2014) yang notabene adalah film superhero dari dunia sinematik super populer Marvel Cinematic Universe (MCU), kerap dianggap sebagai film terbaik.

Karena seperti yang kita saksikan, film ini walau karakter dan kisahnya fiksi, namun tetap relevan apabila diterapkan di dunia nyata. Tusuk-menusuk dari belakang, konflik kedua organisasi, siapa percaya siapa, siapa teman dan siapa lawan, tentunya plot ini sering terjadi bukan di konflik real-life?

Belum lagi, film ini sangat minim menggunakan CGI. Makin terasa realistis dan makin terlihat Oscar worthy saja filmnya. Namun tetap saja di perhelatan 87th Academy Awards tahun 2015, Winter Soldier hanya sukses meraih nomine di kategori Best Visual Effect.

Nah, pembahasan sekelumit Captain America: The Winter Solider tersebut bisa dijadikan bahan argumen terhadap mereka yang pro dan kontra dengan kategori baru ini. Spesifiknya, dengan melihat apa yang diraih oleh film ini di perhelatan Oscar 2015 lalu, maka tak heran apabila banyak yang pro dengan kehadiran kategori film paling populer di Oscar tahun depan.

Dengan adanya kategori ini, maka film-film populer seperti contohnya Black Panther (2018) yang mana filmnya sarat dengan pesan politik dan isu SARA di dalamnya, bisa masuk nominasi dan bahkan tak menutup kemungkinan memenangkan Oscar.

Tapi di saat yang sama, mereka yang kontra, memiliki mind-set bahwa kategori baru ini secara tidak langsung merusak “tradisi” yang telah diterapkan oleh institusi ini selama 92 tahun terakhir. Pasalnya, ketika orang-orang memikirkan Oscar dan film terbaiknya, selama 8 dekade mind-set mereka telah otomatis tertuju ke film-film “berat dan bikin ngantuk”.

Sehingga dengan adanya penambahan kategori film populer ini, maka nilai prestis penghargaan ini  kini, terlihat tidaklah lebih dari penghargaan-penghargaan populer seperti MTV Movie Awards, Teen Choice Awards, dan sebagainya.

Dan tentunya ini merupakan sebuah downgrade yang signifikan. Memangnya kenapa kalau mendapatkan penghargaan film terbaik di MTV atau Teen Choice? Bukankah itu juga sama okenya seperti mendapatkan Oscar?

 

Sehingga berdasarkan seluruh argumen-argumen ini, kembali ke pertanyaan awal. “Apakah pihak akademi memang telah salah langkah dengan menambahkan kategori film populer ini ke deretan kategori Oscar mereka mulai tahun mendatang?”

Well, 50-50.

Memang dengan penambahan kategori ini, nilai “tradisi” Oscar selama 9 dekade menjadi menurun cukup signifikan. Tapi di saat yang sama, kategori ini menjadi berkah tersendiri bagi mereka-mereka yang selama ini menginginkan film-film populer (baca: non film berat) membawa pulang piala film terbaik Oscar. Walau bukan Best Picture, setidaknya hasil kerja keras mereka dihargai setingkat seperti film-film berat nomine atau pemenang kategori tersebut.

Terlepas dimanapun pandangan kalian terkait permasalahan ini, kita lihat saja lagi perkembangan ke depannya. Semoga saja keputusan yang telah diambil ini tidak menjadi senjata makan tuan atau “menjilat ludah sendiri”. Semoga keputusan ini bisa memuaskan semua pihak.

Nah sekarang, bagaimana pandangan kalian pribadi terkait permasalahan yang sedang mengguncang Hollywood habis-habisan ini?